Manpower matters emerge as a complex problem in this global crisis. Termination of employment sometimes is hard to evade. Calculation of severance pay often raises conflict among employer and employee.
The Law No. 13 of 2003 that prevails for the time being stipulates the minimum severance pay that may be paid by a company. However, in practice the employees demand severance pay with an amount higher than the minimum guidance highlighted under the Law. In that regards, strategy and negotiation skill of the employer or the representative are highly required.
Ultimate solution could be obtained if the company is represented by a legal consultant with competency and that is specializing in manpower matters and regulations as well as possessing the ability to handle the negotiation strategy through the good use of the Law No. 13 and the prevailing regulations.
Said, Sudiro & Partners
Indonesian Legal Consultants
Sampoerna Strategic Square
South Tower, Level 18
Jl. Jend. Sudirman Kav. 45 - 46
Jakarta 12930 Indonesia
Phone: (62-21) 575.0983
Fax: (62-21) 575.0803
Website: www.ssplegal.com
Emails: mail@ssplegal.com
sdsdp@cbn.net.id
P.O. BOX 8211 JKS.SB
Jakarta 12920
Minggu, 04 Oktober 2009
Pemutusan Hubungan Kerja
Dalam krisis global ini ketenagakerjaan menjadi masalah kompleks. Pemutusan Hubungan Kerja kadangkala menjadi suatu hal yang tak dapat dielakkan. Perhitungan jumlah pesangon seringkali menyebabkan timbulnya persoalan ketenagakerjaan antara pengusaha dan pekerja.
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 yang berlaku saat ini mengatur jumlah pesangon minimum yang dapat diberikan oleh perusahaan. Pada kenyataannya para pekerja selalu menuntut pesangon melebihi dari ketentuan minimum yang digariskan oleh Undang-Undang. Dalam hal ini kemampuan berstrategi dan bernegosiasi dari pihak pengusaha ataupun perwakilannya sangatlah dituntut.
Solusi terbaik akan dicapai apabila perusahaan diwakili oleh konsultan hukum ketenagakerjaan yang bukan hanya mengerti ketentuan hukum ketenagakerjaan tetapi lebih dari itu mempunyai kemampuan untuk mengatur strategi bernegosiasi dengan memanfaatkan Undang-Undang No. 13 dan ketentuan hukum yang berlaku.
Said, Sudiro & Partners
Indonesian Legal Consultants
Sampoerna Strategic Square
South Tower, Level 18
Jl. Jend. Sudirman Kav. 45 - 46
Jakarta 12930 Indonesia
Phone: (62-21) 575.0983
Fax: (62-21) 575.0803
Website: www.ssplegal.com
Emails: mail@ssplegal.com
sdsdp@cbn.net.id
P.O. BOX 8211 JKS.SB
Jakarta 12920
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 yang berlaku saat ini mengatur jumlah pesangon minimum yang dapat diberikan oleh perusahaan. Pada kenyataannya para pekerja selalu menuntut pesangon melebihi dari ketentuan minimum yang digariskan oleh Undang-Undang. Dalam hal ini kemampuan berstrategi dan bernegosiasi dari pihak pengusaha ataupun perwakilannya sangatlah dituntut.
Solusi terbaik akan dicapai apabila perusahaan diwakili oleh konsultan hukum ketenagakerjaan yang bukan hanya mengerti ketentuan hukum ketenagakerjaan tetapi lebih dari itu mempunyai kemampuan untuk mengatur strategi bernegosiasi dengan memanfaatkan Undang-Undang No. 13 dan ketentuan hukum yang berlaku.
Said, Sudiro & Partners
Indonesian Legal Consultants
Sampoerna Strategic Square
South Tower, Level 18
Jl. Jend. Sudirman Kav. 45 - 46
Jakarta 12930 Indonesia
Phone: (62-21) 575.0983
Fax: (62-21) 575.0803
Website: www.ssplegal.com
Emails: mail@ssplegal.com
sdsdp@cbn.net.id
P.O. BOX 8211 JKS.SB
Jakarta 12920
Senin, 24 November 2008
PEKERJA PADA PENERIMA WARALABA
Akhir-akhir ini Pemberi Waralaba (Franchisor) rawan akan sasaran gugatan pekerja yang bekerja pada Penerima Waralaba. Dalam beberapa kasus, pekerja mengejar pesangon ataupun tuntutan ganti rugi pada Pemberi Waralaba, dikarenakan Penerima Waralaba telah pailit dan menutup gerainya.
Berikut ini adalah beberapa catatan mengenai ketentuan hukum yang berlaku.
Dalam hal ini ada dua hal yang terkait erat dengan persoalan di atas, yaitu :
(i) Perjanjian Waralaba; dan
(ii) Kontrak Kerja terkait.
Pertama-tama ada baiknya jika kita melihat kembali Perjanjian Waralaba yang dibuat. Mengingat ketentuan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU 13”), sebaiknya dalam Perjanjian Waralaba tidak mencantumkan ketentuan apapun seolah Pemberi Waralaba merekrut ataupun mempekerjakan pekerja untuk ditempatkan di gerai Penerima Waralaba. Hubungan kerja antara Pemberi Waralaba dan pekerja pada Penerima Waralaba, semestinya dihindari.
Pemberi Waralaba dapat dan diperbolehkan membantu ataupun mengawasi Penerima Waralaba dalam merekrut dan menseleksi pekerja untuk ditempatkan di gerai Penerima Waralaba. Namun demikian Pemberi Waralaba tidak disarankan terlibat terlalu jauh, sehingga hubungan kerja yang terjadi adalah jelas antara Penerima Waralaba dan pekerja. Perekrutan dan penseleksian dilakukan atas nama Penerima Waralaba.
Hal kedua adalah mengenai kontrak kerja. Dalam kontrak kerja harus secara jelas menyebutkan pihak-pihaknya, dalam hal ini adalah kontrak kerja antara Penerima Waralaba dan pekerja. Kontrak kerja ini dapat dibuat di atas kop surat Penerima Waralaba, tanpa perlu melibatkan identitas Pemberi Waralaba.
Pada dasarnya Penerima Waralaba adalah badan usaha terpisah dari Pemberi Waralaba. Jika berbentuk Perseroan Terbatas, Penerima Waralaba mempunyai akta pendirian, anggaran dasar, maupun NPWP sendiri, sehingga segala hak dan kewajiban internalnya menjadi tanggung jawab Penerima Waralaba sendiri. Dengan demikian apabila Perjanjian Waralaba dan kontrak kerja telah disusun secara benar, tentunya pekerja dari Penerima Waralaba tidak dapat tanpa alasan meminta pertanggung jawaban dari Pemberi Waralaba.
Said, Sudiro & Partners
Indonesian Legal Consultants
Sampoerna Strategic Square
South Tower, Level 18th
Jl. Jend. Sudirman Kav. 45 - 46
Jakarta 12930 Indonesia
Phone : (62-21) 575.0983
Fax : (62-21) 575.0803
Website : www.ssplegal.com
Emails : mail@ssplegal.com
sdsdp@cbn.net.id
P.O. BOX 8211 JKS.SB
Jakarta 12920
Berikut ini adalah beberapa catatan mengenai ketentuan hukum yang berlaku.
Dalam hal ini ada dua hal yang terkait erat dengan persoalan di atas, yaitu :
(i) Perjanjian Waralaba; dan
(ii) Kontrak Kerja terkait.
Pertama-tama ada baiknya jika kita melihat kembali Perjanjian Waralaba yang dibuat. Mengingat ketentuan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU 13”), sebaiknya dalam Perjanjian Waralaba tidak mencantumkan ketentuan apapun seolah Pemberi Waralaba merekrut ataupun mempekerjakan pekerja untuk ditempatkan di gerai Penerima Waralaba. Hubungan kerja antara Pemberi Waralaba dan pekerja pada Penerima Waralaba, semestinya dihindari.
Pemberi Waralaba dapat dan diperbolehkan membantu ataupun mengawasi Penerima Waralaba dalam merekrut dan menseleksi pekerja untuk ditempatkan di gerai Penerima Waralaba. Namun demikian Pemberi Waralaba tidak disarankan terlibat terlalu jauh, sehingga hubungan kerja yang terjadi adalah jelas antara Penerima Waralaba dan pekerja. Perekrutan dan penseleksian dilakukan atas nama Penerima Waralaba.
Hal kedua adalah mengenai kontrak kerja. Dalam kontrak kerja harus secara jelas menyebutkan pihak-pihaknya, dalam hal ini adalah kontrak kerja antara Penerima Waralaba dan pekerja. Kontrak kerja ini dapat dibuat di atas kop surat Penerima Waralaba, tanpa perlu melibatkan identitas Pemberi Waralaba.
Pada dasarnya Penerima Waralaba adalah badan usaha terpisah dari Pemberi Waralaba. Jika berbentuk Perseroan Terbatas, Penerima Waralaba mempunyai akta pendirian, anggaran dasar, maupun NPWP sendiri, sehingga segala hak dan kewajiban internalnya menjadi tanggung jawab Penerima Waralaba sendiri. Dengan demikian apabila Perjanjian Waralaba dan kontrak kerja telah disusun secara benar, tentunya pekerja dari Penerima Waralaba tidak dapat tanpa alasan meminta pertanggung jawaban dari Pemberi Waralaba.
Said, Sudiro & Partners
Indonesian Legal Consultants
Sampoerna Strategic Square
South Tower, Level 18th
Jl. Jend. Sudirman Kav. 45 - 46
Jakarta 12930 Indonesia
Phone : (62-21) 575.0983
Fax : (62-21) 575.0803
Website : www.ssplegal.com
Emails : mail@ssplegal.com
sdsdp@cbn.net.id
P.O. BOX 8211 JKS.SB
Jakarta 12920
Kamis, 17 Juli 2008
Langganan:
Postingan (Atom)